Rabu, 02 Mei 2012

Pancasila Harus Kembali Disemaikan


MENYEMAIKAN BENIH-BENIH PANCASILA
Oleh : Nanang Heryanto, S.Pd.I
(Guru SDN 2 Sidaharja, Lakbok)

Dunia pendidikan kita seolah memiliki dua sisi yang jika dipahami dengan baik memiliki kontradiksi cukup tajam. Satu sisi setiap tahun Indonesia diharumkan oleh putra-putri bangsa melalui olimpiade ilmu pasti seperti matematika dan fisika. Hal tersebut tentunya sangat mampu membuat guru se-Indonesia tersenyum bangga. Akan tetapi tidak jarang wajah kita sedikit mengerut jika mendengar pemberitaan tawuran pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan beberapa potret suram sebagian anak didik kita. Dan sangat disayangkan biasanya ekspos hal-hal positif dunia pendidikan kita hanya disebarkan dengan durasi yang tidak sepanjang pemberitaan carut-marutnya kondisi kita.
Akan tetapi hal tersebut sudah sepatutnya kita refleksikan bersama sebagai cermin dunia pendidikan agar menatap ke arah yang lebih baik di masa kini dan masa datang. Jika kita soroti hal yang paling mencolok dalam output dunia pendidikan kita adalah mulai lunturnya etika dan nasionalisme putra-putri bangsa. Beranjak dari sanalah seharusnya kita sadari ada bagian penting dari pendidikan kita yang terlupakan. Secara mudah mungkin kita bisa mengelak dengan mengkambinghitamkan globalisasi sebagai sumber “bencana moral” bangsa ini, namun hal tersebut tentunya tidak akan mampu mengurai benang kusut moralitas bangsa. Globalisasi harus tetap berjalan karena memang tidak akan mampu dibendung, namun diperlukan penyeimbang agar globalisasi berjalan tanpa harus bertentangan dengan karakter luhur bangsa kita.
Guru menjadi pihak yang paling disorot tajam jika sampai terjadi degradasi moral bangsa dan akan lebih sadis dan menyakitkan jika kita mendengar vonis bahwa degradasi moral adalah kegagalan pendidikan. Untuk menangkal kemungkinan terburuk tersebut, seluruh stake holder pendidikan harus bersatu untuk membentuk sebuah sistem pendidikan yang kuat, modern, dinamis, dan tentunya berkarakter Indonesia. Untuk mendapatkan karakter Indonesia pada anak didik itulah diperlukan kembali penanaman jiwa Pancasila pada putra-putri bangsa melalui jalur pendidikan.
Jika kita flashback beberapa dekade yang lalu kita mengenal adanya pelajaran Civic, Pendidikan Moral Pancasila, dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Akan tetapi sekarang seiring dengan perkembangan situasi negara, akhirnya PPKN pun diubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Sekilas tidak terlihat perbedaan yang prinsipil akan tetapi perubahan PPKn menjadi PKn menghilangkan satu kalimat Pancasila. Dan ternyata bukan sekedar kalimat Pancasila yang disirnakan akan tetapi kandungan materi pelajaran tersebut pun lebih banyak menyoroti masalah kewarganegaraan dan kurang mendalami isi butir-butir Pancasila. Kita bisa membuktikan dengan cara melihat kemampuan anak SD era sekarang, mereka akan lancar menjelaskan bagaimana syarat-syarat menjadi anggota legislatif atau tata cara memilih dalam Pemilu daripada menjelaskan makna dari salah satu sila dari Pancasila. Hal tersebut tentunya membuat miris kita sebagai tenaga pendidik yang khawatir Pancasila akan luntur dari dada penerus bangsa ini.
Menyikapi hal tersebut, diperlukan solusi cerdas dan aplikatif untuk tetap menanamkan jiwa Pancasila kepada peserta didik tanpa harus menyalahkan pihak manapun dan kondisi apapun. Beberapa tips sederhana untuk menanamkan jiwa dan nilai-nilai Pancasila kepada anak didik yang dapat diterapkan di sekolah di antaranya :
1.    Biasakan siswa mengucapkan Pancasila setiap hari;
Hal pertama ini sepintas terlihat berlebihan, akan tetapi tidak ada salahnya kita coba agar tidak terjadi lagi anak sekolah, mahasiswa, bahkan (maaf) pejabat negara yang lupa melafalkan Pancasila. Minimal dengan cara ini siswa mulai mengenal apa itu Pancasila dan diharapkan akan membekas dalam memori mereka sampai mereka kelak menjadi penerima estafet pembangunan bangsa kita.
2.    Pasang butir-butir Pancasila di dalam kelas dengan kemasan yang menarik;
Cara kedua ini memerlukan kreativitas guru untuk mengemas butir-butir Pancasila dalam bentuk tulisan maupun gambar yang menarik dan dipajang di dalam kelas ataupun di tempat strategis lain di sekolah agar menarik perhatian siswa. Misalnya guru membuat tulisan untuk kelas I SD dengan kalimat sederhana dan mudah dicerna seperti “Anak Hebat Suka Bersahabat”. Kalimat sederhana tersebut jika didalami memiliki keterkaitan dengan sila ketiga dari Pancasila. Atau untuk tingkatan usia SMP bisa dimasukkan kata-kata yang lebih komunikatif seperti “Arogansi No, Toleransi Yes”. Meskipun secara tata bahasa kurang mengenakkan akan tetapi bahasa seperti itulah yang pada kenyataannya lebih mengena kepada anak yang menginjak remaja.
3.    Tanamkan nilai-nilai luhur Pancasila sejak dini;
Tips berikutnya adalah menanamkan nilai luhur Pancasila sejak usia dini, minimal sejak anak memasuki jenjang SD. Cara yang bisa dilakukan misalnya dengan cara membiasakan anak didik bersalaman dengan teman-temannya setiap bertemu di sekolah atau membiasakan anak didik untuk bermain dan bergaul tanpa memandang perbedaan suku ataupun agama.
4.    Adakan waktu ekstra untuk mempelajari nilai-nilai Pancasila;
Hilangnya pendidikan Pancasila secara eksplisit di sekolah dapat diatasi dengan mengadakan kegiatan penanaman nilai Pancasila di luar jam pelajaran formal. Hal ini dapat dilakukan dengan merancang kegiatan sesuai dengan tingkat psikologis siswa dengan tujuan menanamkan satu per satu nilai-nilai luhur Pancasila. Sebagai ilustrasi sederhana, apabila setiap 2 minggu sekali diadakan kegiatan semacam ini, bayangkan berapa nilai Pancasila yang telah kita semaikan selama satu tahun pelajaran.
5.    Masukkan Pancasila pada pelajaran lain.
Hal ini sudah dilaksanakan dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam mata pelajaran yang lain. Akan tetapi guru hendaknya lebih berani menambahkan muatan Pancasila pada mata pelajaran yang relevan meskipun tidak tertulis dalam program pembelajaran maupun buku sumber yang tersedia.
Dengan kelima langkah sederhana dalam menyemaikan nilai Pancasila ke jiwa anak didik kita, sangat mungkin kita bisa mewujudkan harapan para pendiri bangsa untuk menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Falsafah Hidup bangsa Indonesia. Tak perlu kita berpikir terlalu besar, lakukan penanaman karakter bangsa dari hal dan lingkungan yang paling kecil sekalipun agar terjadi perubahan yang besar di kemudian hari.

KRITERIA KEPALA SEKOLAH MASA KINI


“7M” KRITERIA KEPALA SEKOLAH MASA KINI
Oleh : Nanang Heryanto, S.Pd.I

Kepala Sekolah merupakan sebuah jabatan dan tanggung jawab yang sangat berarti bagi maju mundurnya biduk pendidikan kita. Oleh karena itu, sebagai tenaga profesional kepala sekolah harus benar-benar menguasai tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang manajer institusi pendidikan. Sebagai mukadimah patut kita renungkan sebuah warning (pengingat) dari Allah SWT bahwa “ Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. Oleh karena itu, sangat besar harapan publik akan adanya kepala sekolah yang memiliki kecakapan serta kemampuan manajerial yang baik dan relevan dengan tuntutan perkembangan zaman.
Sebagaimana diketahui bersama, tugas kepala sekolah sekarang ini semakin bertambah berat, baik tugas yang bersifat kelembagaan maupun tugas yang bersifat personal. Secara kelembagaan, kepala sekolah dituntut untuk menguasai beberapa kemampuan vital yang mencakup aspek manajemen keuangan, manajemen kepegawaian, dan manajemen pembelajaran. Jika beberapa dekade yang silam kepala sekolah tidak begitu “direpotkan” dengan urusan keuangan, kepegawaian, kurikulum, dan aspek manajemen sekolah lainnya, sekarang kepala sekolah harus menguasai bagaimana cara menyusun anggaran keuangan sekolah, menyusun program kerja, memahami dan mengawasi penerapan kurikulum, dan masih banyak lagi tugas manajerial seorang kepala sekolah yang lain.
Menyikapi hal tersebut, idealnya diperlukan sosok kepala sekolah yang “serba bisa”. Akan tetapi (meski pahit) kenyataan di lapangan masih ada saja kepala sekolah yang masih berpatokan pada paradigma lama dan belum siap mengikuti perubahan zaman. Ada yang beranggapan bahwa kepala sekolah adalah “tujuan akhir atau puncak karir” seorang guru. Pandangan seperti itu hendaknya mulai dikikis karena pada hakikatnya sebuah jabatan adalah alat atau sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Jabatan kepala sekolah selayaknya dijadikan batu pijakan untuk mengadakan perubahan dalam wajah dunia pendidikan kita. Renungkan kembali sebuah pepatah bijak ”Hal yang abadi dalam dunia ini adalah perubahan”, perubahan adalah konsekuensi kehidupan. Oleh karena itu dengan menduduki jabatan kepala sekolah bukan berarti karier seorang guru telah mencapai “puncak” dan berhenti sampai pada titik tersebut, akan tetapi setelah menyandang jabatan tersebut seorang guru mencoba memberikan sentuhan perubahan minimal dimulai dari sekolah yang ia pimpin.
Hal lain yang sangat memprihatinkan adalah kemungkinan (dan sangat mungkin) masih adanya kepala sekolah yang dapat dikatakan tidak menguasai sama sekali manajemen sekolah. Misalnya “salah” dalam menggunakan anggaran sekolah, tidak memahami sama sekali pengembangan kurikulum, kurang mampu menempatkan personil pada posisi yang tepat, dan beberapa kekurangmampuan kepala sekolah lainnya yang berakibat cukup fatal bagi kemajuan sekolah yang dipimpinnya. Hal tersebut perlu segera direfleksikan untuk mencari akar permasalahan serta solusi dari permasalahan tersebut. Karena jika dibiarkan berlarut-larut, akan menghambat kemajuan sekolah.
Pemerintah sebenarnya sudah sangat tepat dengan mengeluarkan Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah yang di antaranya mencantumkan secara eksplisit syarat-syarat dan prosedur pencalonan kepala sekolah. Andaikata kebijakan pemerintah tersebut dapat diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan, maka harapan adanya perubahan sistem manajemen pendidikan di tingkat sekolah bukan lagi sekedar sebuah “mimpi panjang”. Akan tetapi semuanya kembali kepada perangkat yang berkaitan dengan pengangkatan kepala sekolah tersebut. Tentunya dimulai dari proses pencalonan seorang guru menjadi kepala sekolah oleh sekolah induk guru yang bersangkutan.
Pangkal dari lahirnya kepala sekolah yang baru berawal dari sekolah yang mengajukannya. Oleh karena itu sangat perlu diperhatikan kriteria apa saja yang harus dimiliki oleh seorang guru yang akan dipromosikan menjabat kepala sekolah. Dengan melihat beberapa referensi acuan manajerial sekolah dan menimbang kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang berkualitas, dapat diuraikan beberapa kriteria yang diharapkan muncul pada calon kepala sekolah maupun kepala sekolah (yang bukan calon lagi) yang dikumpulkan dalam akronim “7M”.
1.    Memiliki Moral yang Sesuai dengan Pancasila
Moral Pancasila merupakan syarat mutlak seorang pemimpin di institusi manapun. Dengan berbekal nilai-nilai Pancasila, kepala sekolah akan memiliki sikap religius dalam arti memahami dan menyadari adanya Tuhan YME dan tercermin dalam pola pikir dan perilaku sehari-hari, memiliki kepekaan sosial, memiliki rasa patriotisme, mengutamakan musyawarah, dan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Dapat dibayangkan betapa kacaunya sebuah lembaga yang dipimpin oleh manajer yang tidak menyisakan sedikit pun jiwa Pancasila dalam setiap kebijakan dan tindakan yang dipilihnya. Dalam hal ini, harus kita sadari bahwa Pancasila masih dan akan tetap merupakan Dasar Negara yang sangat menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia.
2.    Memiliki Kualifikasi Pendidikan yang Memadai
Syarat kepala sekolah yang lain adalah memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai. Sesuai dengan UU Guru dan Dosen serta Permendiknas 28 tahun 2010 bahwa syarat minimal seorang guru dan kepala sekolah adalah berpendidikan minimal S.1. Dengan kualifikasi pendidikan yang memadai diharapkan akan mempengaruhi arah kebijakan sebuah sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
3.    Mampu Mengelola Keuangan Sekolah
Kemampuan lain yang tidak kalah pentingnya untuk dikuasai oleh kepala sekolah adalah menguasai manajemen keuangan. Dengan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana penunjang pendidikan lain yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan, dituntut kemampuan manajerial keuangan seorang kepala sekolah. Kemampuan kepala sekolah dalam mengatur keuangan sekolah terlihat dari kemampuan merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan penggunaan keuangan sekolah serta memiliki skala prioritas yang jelas dan proporsional dalam penggunaan dana sekolah.
4.    Mampu Memberdayakan Masyarakat
Sehubungan dengan adanya penerapan MBS di sekolah, kepala sekolah dituntut untuk bisa memberdayakan masyarakat (bukan memperdayai masyarakat) untuk memajukan sekolah sebagai wujud pemberdayaan masyarakat dalam bidang pendidikan. Kepala sekolah hendaknya mampu mengoptimalkan potensi masyarakat baik dari segi ekonomi maupun sosial untuk kemajuan sekolah melalui kerja sama yang baik dengan komite sekolah.
5.    Mampu Mengatur Proses Pembelajaran
Aspek lainnya adalah kemampuan mengatur proses pembelajaran sebagai sebuah cermin kompetensi pedagogik seorang kepala sekolah. Dalam hal ini mencakup penguasaan dan pengembangan kurikulum serta penerapan pembelajaran di sekolah yang dipimpinnya. Seorang kepala sekolah minimal menguasai dan memahami kurikulum beserta seluruh aspek yang tercakup di dalamnya, misalnya pembagian jam pelajaran, penyusunan administrasi pembelajaran intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
6.    Menguasai Manajemen Kepegawaian
Secara struktur kepegawaian, seorang kepala sekolah berperan sebagai atasan langsung bagi tenaga pendidik dan kependidikan yang berada di sekolahnya, oleh karena itu diharapkan menguasai manajemen kepegawaian. Hal tersebut dapat tercermin dalam pengajuan angka kredit, pengajuan sertifikat pendidik, promosi guru, dan aspek kepegawaian yang lain.
7.    Memiliki Kecerdasan Multi Dimensi
Kecerdasan atau intelektual yang dimaksud di sini mencakup kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan religius, dan kecerdasan emosional (EQ). Ini merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang pimpinan di lembaga apapun. Tanpa IQ dan EQ mustahil kepemimpinan berjalan secara arif, bijaksana, dan tepat guna.
Semoga dengan 7M tersebut, akan muncul figur Kepala Sekolah yang benar-benar mampu melaksanakan kewajibannya dengan maksimal serta mampu mengangkat prestasi sekolah yang dipimpinnya. Lembaga yang maju sebenarnya tidak akan lepas dari kualitas manajer yang mengarahkannya.