OLEH : Dra. Evi Dihanti, M.Pd (Widyaiswara Madya LPMP JABAR)
MENGAJAR SEBAGAI PROFESI
oleh
Dra. Evi Dihanti, M.Pd
Widyaiswara Madya
LPMP JABAR
A. Tinjauan Tentang Kegiatan Belajar Mengajar
1.
Pengertian
Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar berarti berusaha (berlatih
dan sebagainya) supaya mendapat sesuatu kepandaian. Sedangkan menurut
pengertian secara psikologis, belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal
senada dikemukakan oleh Slamet (2003:2) bahwa belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Selain pengertian di atas, Syaiful Sagala
(2005:11-34) dalam bukunya “Konsep dan Makna Pembelajaran” mengemukakan
beberapa pandangan para ahli tentang pengertian belajar. Pertama, Arthur T. Jersild menyatakan bahwa belajar adalah “modification of behaviour through experience
and training” yaitu perubahan atau membawa akibat perubahan tingkah laku
dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan. Kedua, Hilgard dan Marquis berpendapat
bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang
melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam
diri. Ketiga, Robert M Gagne (1970)
mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan
manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan
oleh proses pertumbuhan saja. Keempat,
Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung
dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada
perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Kelima, Benjamin Bloom menegaskan bahwa
belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik
untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, sebagai masyarakat, maupun
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Penegrtian-pengertian terebut sejalan
dengan pendapat Ahmad Kosasih Djahiri (1996:5) yang mengemukakan bahwa belajar
adalah:
Proses
dialog antar potensi diri melalui berbagai media pengajaran dan melalui
berbagai reka upaya kegiatan sehingga mampu menyerap bahan ajar menjadi
miliknya. Proses transaksi/interaksi antar struktur potensi diri dan antar
struktur potensi diri dengn guru atau sesuatu sehingga terjadi proses
internalisasi/personalisasi yang menyebabkan perubahan atas dirinya. Proses
perubahan diri dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak bisa menjadi bisa.
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar terjadi bila
tampak tanda-tanda bahwa perilaku manusia berubah sebagai akibat terjadinya
proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali
baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam
diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Melainkan
perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku yang
menurut pendapat Slamet (2003:3) ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perubahan
terjadi secara sadar.
b. Perubahan
dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.
c. Perubahan
dalam belajar bersifat positif dan aktif.
d. Perubahan
dalam belajar bukan bersifat sementara.
e. Perubahan
dalam belajar bertujuan atau terarah.
f. Perubahan
mencakup seluruh aspek dan tingkah laku.
2.
Prinsip-prinsip
Belajar
Untuk dapat menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar yang efektif, maka seorang guru harus mampu menerapkan
prinsip-prinsip belajar yang dapat
dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda sekalipun, dan oleh setiap
siswa secara individual. Berikut adalah prinsip-prinsip belajar dengan
memperhatikan empat kriteria atau komponen.
a. Berdasarkan
prasyarat yang diperlukan untuk belajar
1) Dalam
belajar setiap siswa harus diusahakan untuk berpartisipasi aktif, meningkatkan
minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.
2) Belajar
harus dapat menimbulkan reinforcement
dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
3) Belajar
perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya
bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
4) Belajar
perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
b. Sesuai
hakikat belajar
1) Belajar
itu proses kontinu, maka harus dilaksanakan melalui tahap demi tahap menurut
perkembangannya.
2) Belajar
adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery.
3) Belajar
adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan
pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus
yang diberikan menimbulkan respons yang diharapkan.
c. Sesuai
materi atau bahan yang harus dipelajari
1) Belajar
bersifat keseluruhan danmateri itu harus memiliki struktur, penyajian yang
sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.
2) Belajar
harus dapat mengembangkan kemapuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional
yang harus dicapainya.
d. Syarat
keberhasilan belajar
1) Belajar
memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.
2) Repetisi,
dalam proses belajar perlu ulangan
berkali-kali agar pengertian, keterampilan, dan sikap itu mendalam
pada siswa.
3.
Pengertian
Mengajar
Mengajar adalah membantu (mencoba
membantu) seseorang untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam
belajar itu tidak ada kontribusinya terhadap pendidikan orang yang belajar.
Artinya mengajar pada hakekatnya suatu proses, yakni proses mengatur,
mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga menumbuhkan dan
mendorong siswa untuk belajar. Menurut Alvin W. Howard dalam Slamet (2005:32)
mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang
untuk mendapat, mengubah atau mengembangkan skill,
attitude, ideals (cita-cita), appreciations
(penghargaan) dan knowledge.
Dengan demikian, dalam pengertian
tersebut guru sebagai pengajar harus berusaha membawa perubahan tingkah laku
yang baik atau berkecenderungan langsung untuk mengubah tingkah laku siswanya.
Itu suatu bukti bahwa guru harus memutuskan membuat atau merumuskan tujuan.
Juga harus memikirkan bagaimana bentuk/cara penyajian dalam proses belajar
mengajar itu, salah satunya dibuktikan dengan pembuatan silabus dan perencanaan
pembelajaran. Serta bagaimana usaha-usaha guru untuk menciptakan suasana
belajar yang kondusif (misalnya dengan penggunaan variasi metode, media dan
evaluasi dalam KBM). Sehingga memungkinkan terjadinya interaksi edukatif
sebagai dampak dari mengajar yang efektif yang telah memenuhi syarat-syaratnya
sebagai berikut:
a. Belajar
secara aktif, baik mental maupaun fisik. Dalam belajar, disamping mengalami
aktivitas mental, sperti dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya,
kemampuan berfikir kritis, kemamupan
menganalisis, kemampuan mengucapkan pengetahuannya dan lain sebagainya, siswa
juga harus mengalami aktivitas jasmani seperti mengerjakan sesuatu, membuat
peta dan lain-lain.
b. Guru
harus mempergunakan variasi metode pada waktu mengajar. Supaya pelajaran lebih
menarik, mudah diterima, kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.
c. Motivasi,
sangat berperan pada kemajuan perkembangan siswa, karena dapat meningkatkan
semangat belajar siswa.
d. Kurikulum
yang baik dan seimbang. Ialah kurikulum yang memenuhi tuntutan masyarakat.
Dimana kurikulum tersebut harus mampu mengembangkan segala segi kepribadian
siswa juga kebutuhan siswa sebagai anggota masyarakat.
e. Guru
perlu mempertimbangkan perbedaan individual siswa baik dari segi intelegensi,
bakat, minat, tingkah laku, sikap dan lain sebagainya. Hal itu mengharuskan
guru untuk membuat perencanaan secara individual, agar dapat mengembangkan
kemampuan-kemampuan siswa secara individual pula.
f. Guru
akan mengajar efektif bila selalu membuat perencanaan sebelum mengajar.
Karenanya guru akan mengajar dengan lebih siap, menimbulkan banyak inisiatif
dan daya kreatif dalam mengajar. Sehingga dapat meningkakan interaksi belajar
mengajar antara guru dan siswa.
g. Pengaruh
guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada siswa. Karena sugesti yang kuat
akan merangsang siswa untuk lebih giat belajar.
h. Guru
harus memiliki keberanian mengahdapi siswanya, juga masalah-masalah yang timul
saat PBM berlangsung. Keberanian menmbuhkan kepercayaan diri sendiri, sehingga
guru berwibawa di depan kelas, maupun di luar sekolah. Kewibawaan guru
menyebabkan segala cita-cita yang ditanamkan kepada siswa akan diperhatikan dan
diresapkan oleh siswa yang bersangkutan.
i.
Guru harus mampu
menciptakan suasana yang demokratis di sekolah. Sehingga siswa dapat saling
menghormati, belajar memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan berfikir,
berpendapat, memiliki percaya diri yang kuat, hasrat ingin tahu, serta usaha
menambah pengetahuan atas inisiatif sendiri.
j.
Pada penyajian, guru
perlu memberikan masalah-masalah yang merangsang siswa untuk berfikir. Agar
siswa dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya serta dapat bereaksi dengan
tepat terhadap persoalan yang dihadapinya.
k. Semua
pelajaran yang diberikan pada siswa perlu diintegrasikan, sehingga siswa
memiliki pengetahuan yang terintegrasi, tidak tepisah-pisah dan siswa
memperoleh gambaran bahwa diantara ilmu-ilmu pengetahuan itu saling behubungan
dan saling melengkapi satu sama lainnya.
l.
Pelajaran di sekolah
perlu dihubungkan dengan kehidupan yang nyata di masyarakat, agar siswa
mempelajarinya sesuai dengan kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari.
m. Dalam
interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi kebebasan pada siswa
untuk dapat menyelidiki, mengamati, belajar, dan mencari pemecahan masalah
sendiri. Hal itu akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa
yang dikerjakannya dan keprcayan pada diri sendiri, sehingga siswa tidak selalu
menggantungkan diri pada orang lain.
n. Pengajaran
remedial bagi siswa yang memerlukan. Hal itu diperlukan untuk mengetahui
faktor-faktor penyebab kesulitan dalam belajar bagi siswa-siswa tertentu.
Sehingga guru dapat meberikan diagnosa kesulitan belajar tersebut dan
menganalisis kesulitan-kesulitan itu.
4.
Prinsip-prinsip
Mengajar
Sebagai pengajar, guru dipandang sebagai
seorang profesional karena memiliki pengetahuan yang memang hanya dapat
dikuasai dengan pendidikan tertentu, mampu secara mandiri mengambil keputusan,
mempunyai prestise tertentu dalam masyarakat (Bernadib, 1996:60 dalam Syaiful
Sagala 2005:10). Dalam mengajar, guru berhadapan dengan sekelompok siswa. Di situ
selain sebagai pribadi, guru juga mempunyai multi peran anatara lain sebagai
pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaharu (inovator), model dan teladan, peneliti,
pendorong kreatifitas (motivator),
aktor, emansipator, kulminator, evaluator dan sebagainya. Mengingat tugas dan
peran tersebut, maka guru yang mengajar harus mempunyai prinsip-prinsip
mengajar yang harus dilaksanakan seefektif mungkin agar tidak asal mengajar.
Sehingga guru tersebut dapat mengantarkan peserta didiknya menuju kedewasaan
dan kemandirian serta menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri juga lingkungan sekitarnya sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun salah satu pendapat mengenai
prinsip-prinsip mengajar tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini:
a. Perhatian
Dalam
mengajar, guru harus dapat membangkitkan perhatian siswa kepada pelajaran yang
diberikan oleh guru. Perhatian akan lebih besar bila pada siswa ada minat dan
bakat. Bakat telah dibawa siswa sejak lahir, namun dapat berembang karena
pengaruh pendidikan dan lingkungan. Perhatian dapat timbul secara langsung,
karena pada siswa sudah ada kesadaran akan tujuan dan kegunaan mata pelajaran
yang diperolehnya. Sedangkan perhatian tidak langsung baru timbul bila
dirangsang oleh guru dengan penyajian pelajaran yang menarik, juga dengan menggunakan
media yang merangsang siswa untuk berfikir, maupun menghubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Bila perhatian kepada pelajaran itu ada
pada siswa, maka pelajaran yang diterimanya akan dihayati, diolah di dalam
pikirannya, sehingga timbul pengertian. Usaha ini mengakibatkan siswa dapat
membanding-bandingkan, membedakan, dan menyimpulkan pengetahuan yang
diterimanya.
b. Aktivitas
Dalam
proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam befikir
maupun berbuat. Dengan aktivitas siswa sendiri, maka siswa dapat lebih
berpartisipasi aktif dalam PBM. Disamping itu penerimaan pelajaran pun akan
lebih mudah dan tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah
kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda, seperti mengajukan
pendapat, pertanyaan, diskusi,
melaksanakan tugas, membuat intisari pelajaran, dan sebagainya. Sehingga siswa
akan memperoleh ilmu pengetahuan itu dengan baik.
c. Apersepsi
Dalam
mengajar, guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa ataupun pengalamannya. Dengan demikin
siswa akan memperoleh hubungan antara pengetahuan yang telah menjadi miliknya
dengan pelajaran yang akan diterimanya. Hal ini lebih melancarkan guru dalam
mengajar, dan membantu siswa untuk memeperhatikan pelajarannya dengan lebih
baiklagi.
d. Peragaan
Untuk
membantu guru dalam menjelaskan pelajaran serta mempermudah pemahaman siswa
terhadap pelajaran yang disampaikan, maka guru harus berusaha untuk dapat
memilih dan menunjukkan media yang tepat sesuai dengan materi yang
disampaikannya. Media tersebut dapat berupa model, gambar, benda tiruan, atau
media elektronok (radio, tape recorder, televisi), dan lain sebagainya. Dengan
penggunaan media tersebut, selain dapat mempermudah guru, hal itu juga dapat
menarik perhatian siswa dan lebih merangsang siswa untuk berfikir.
e. Repetisi
Ingatan
siswa itu terbatas, maka perlu dibantu oleh guru dengan mengulangi pelajaran
yang sedang dijelaskan. Karena dengan pengulangan tersebut makin lama akan memberikan
tanggapan yang semakin jelas, dan tidak mudah dilupakan oleh siswa. Sehingga
dapat digunakan siswa untuk memecahkan masalah. Pengulangan itu dapat diberikan
secara teratur, pada waktu-waktu tertentu, atau setelah tiap unit diberikan,
maupun secara insidental dimana dianggap perlu.
f. Korelasi
Guru
dalam mengajar wajib memperhatikan dan memikirkan hubungan antar setiap mata
pelajaran. Begitu juga dalam kenyataan hidup semua ilmu/pengerahuan itu saling
berkaitan. Namun hubungan itu tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi terus
dipikirkan sebab akibatnya. Ada hubungan secara korelasi, hubungan itu dapat
diterima akal, dapat dimengerti, sehingga memperluas pengetahuan siswa itu
sendiri.
g. Konsentrasi
Hubungan
antar mata pelajaran dapat diperluas. Mungkin dapat dipusatkan kepada salah
satu pusat minat, sehingga siswa memperoleh pengetahuan secara luas dan
mendalam. Siswa melihat pula hubungan pelajaran yang satu dengan lainnya.
Perencanaan bersama guru dan siswa membangkitkan minat siswa untuk belajar. Di
dalam konsentrasi pelajaran banyak mengandung situasi yang problematik,
sehingga dengan metode pemecahan soal siawa terlatih memecahkan soal sendiri.
Pelajaran yang saling berhubungan, menyebabkan siswa memperoleh kesatuan
pelajaran yang bulat, tidak terpisah-pisahkan lagi. Pertumbuhan siswa dapat
berkembang dengan baik, siswa tidak merasa dipaksa untuk belajar. Usaha
konsentrasi pelajaran menyebabkan siswa memperoleh pengalaman langsung,
mengamati sendiri, meneliti sendiri, untuk menyusun dan menyimpulkan pengetahuan
itu sendiri.
h. Sosialisasi
Dalam
perkembangannya siswa perlu bergaul dengan teman lainnya. Karena disamping
sebagai individu, siswa juga mempunyai segi sosial yang perlu dikembangkan. Hal
itu dapat ditempuh oleh guru melalui proses KBM dengan membagi siswa kedalam
beberapa kelomok belajar (kerja kelompok). Bekerja didalam kelompok, selain
dapat bekerja sama, bergotong royong, dan saling tolong-menolong, juga dapat
meningkatkan cara berpikir mereka, sehingga dapat memecahkan masalah dengan
lebih baik dan lancar.
i.
Individualisasi
Siswa
merupakan makhluk individu yang unik. Masing-masing mempunyai perbedaan khas,
seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku, watak maupun
sikapnya. Mereka bebeda pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial
ekonomi, dan keadaan orang tuanya. Maka dari pada itu guru harus menyelidiki
dan mendalami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan
yang sesuai dengan perbedannya itu. Siswa akan berkembang sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Untuk kepentingan perbedaan individual, guru perlu
mengadakan perencanaan untuk siswa secara klasikal maupun perencanaan program
individual. Dalam hal ini guru harus mencari teknik penyajian atau sistem
pengajaran yang dapat melayani kelas, maupun siswa sebagai individu.
Masing-masing siswa juga memiliki tempo perkembangan yang sendiri-sendiri, maka
guru dalam memberi pelajaran juga melayani waktu yang diperlukan oleh
masing-masing siswa atau menggunakan sistem belajar tuntas.
j.
Evaluasi
Semua
proses KBM perlu dievaluasi. Evaluasi dapat memberi motivasi bagi guru maupun
siswa. Mereka akan lebih giat belajar, meningkatkan proses befikirnya. Guru
harus memiliki pengertian evaluasi ini, mendalami tujuan, mengenal
fungsi/kegunaan, macam-macam bentuk, teknik dan prosedur evaluasi atau
penilaian. Guru dapat melaksanakan penilaian yang efektif dan menggunakan hasil
penilaian untuk perbaikan KBM. Evaluasi juga dapat menggambarkan
kemajuan/kemunduran prestasi siswa, sehingga guru dapat mengambil tindakan yang
tepat bila siswa mengalami kesulitan dalam belajar. Disamping itu evaluasi juga
dapat menjadi bahan umpan balik bagi guru sendiri.Dimana guru dapat meneliti
dirinya dan berusaha memperbaikinya baik
dalam perencanaan maupun teknik penyajian pembelajaran.
B. Tinjauan tentang Profesi
1. Pengertian
Profesi adalah pekerjaan
yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan
khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi
yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,
keuangan,
militer,teknikdan desainer.
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional.
Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang
menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah
petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang
dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
Profesi juga diartikan sebagai
suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyratkan pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif
(Kunandar,2007: 45). Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yan dilakukan
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan kealian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. (UU Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Profesi
guru adalah keahlian dan kewenangan khuhus dalam bidang pendidikan, pengajaran,
dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi
mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi, berarti
guru merupakan pekerjaan yang mensyaratkan suatu kompetensi (keahlian/ kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran, agar dapat
melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efisien serta berhasil guna. Guru
yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta
memiliki pengalaman dalam bidang keahliannya sebagai pendidik dan pengajar.
2. Karakteristik Profesi
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah
profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari
pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik
yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam
setiap profesi:
1.
Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai
pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar
pada pengetahuan
tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek.
2.
Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan
yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan
status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan
khusus untuk menjadi anggotanya.
3.
Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya
memerlukan pendidikan
yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
4.
Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi
profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji
terutama pengetahuan teoretis.
5.
Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya
dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional
mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi.
Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6.
Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses
sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa
dipercaya.
7.
Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan
teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8.
Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para
anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9.
Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya
sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang
lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling
tinggi.
10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari
kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik,
seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan
meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para
anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang
mereka berikan bagi masyarakat.
Pendapat lain mengatakan bahwa syarat khusus pekerjaan profesional adalah
sebagai berikut.
1.
Menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.
Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.
Menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai.
4.
Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan.
5.
Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
6.
Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
7.
Memiliki klien/objek layanan yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya. Diakui
masyarakat karena diperlukan jasanya.
(Kunjana, 2007: 47)
C. Mengajar sebagai Profesi
Profesional adalah suatu bidang pekerjaan
yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan
kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan kata lain sebuah profesi
rnemerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya.
Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan
oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu. Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas maka pengertian guru profesional adalah orang
yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia
mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru secara maksimaI. Dengan kata
lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta
memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan
terlatih bukan hanya memilki pendidikan formal tetapi juga harus menguasai
berbagai strategi atau teknik dalam KBM serta landasan-landasan kependidikan
seperti tercantum dalam kompetensi guru dalarn uraian selanjutnya. Dalam
melakukan kewenangan profesionalismenya, guru dituntut memiliki seperangkat
kemampuan (kompetensi) yang beraneka ragam.
Guru adalah profesi, guru profesional adalah guru yang
memiliki dedikasi tinggi dalam pendidikan, tanpa dedikasi tinggi maka proses
belajar mengajar akan kacau balau. Dalam proses belajar mengajar, yang telah
berlangsung di dalam kelas, dapat ditemukan beberapa komponen yang bersama-sama
mewujudkan proses belajar mengajar yang dapat juga dinyatakan sebagai struktur
dasar dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru sebagai pendidik dan
murid sebagai peserta didik dapat saja dipisahkan kedudukannya, akan tetapi
mereka tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan murid dalam mencapai
cita-citanya. Seperti tertuang pada hadits Nabi Khairunnaas anfa’uhum linnaas
artinya sebaik baik manusia adalah yang paling besar memberikan manfaat bagi
orang lain. Menurut Zakiah Darajat (1992), tidak sembarangan orang dapat
melakukan tugas guru, tetapi orang-orang tertentu yang memenuhi persyaratan
berikut ini yang dipandang mampu : bertakwa, berilmu, sehat jasmani, dan
berkelakuan baik.
Guru
memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas
tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik
berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar
berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan
melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan
dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi
idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah
dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku
kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru
adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa
yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa
sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan
tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan
seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari
potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat
bergantung dari “citra” guru di tengah-tengah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ad. Rooijakkers. 1980. Mengajar dengan sukses, Gramedia, Jakarta.
H.
Dirawat. 1993, Sistem pembinaan
professional dan cara belajar siswa aktif, Grasindo, Jakarta.
Qomari
Anwar. 2001. Pendidikan sebagai Karakter
Budaya Bangsa, Uhamka Press, Jakarta.
__________.
2002. Reorientasi Pendidikan dan Profesi
Keguruan, Uhamka Press, Jakarta.
Winkel,
WS. 1989. Psikologi Pengajaran,
Gramedia, Jakarta.
tulisane kedawan bebeih goleh maca wewwwwwwwwww
BalasHapus