MANASIK
TANPA KAIN IHROM
Oleh:
Ngalimun ,S.Pd.I
Matahari
mulai memperlihatkan keperkasaannya, pagi itu pukul 10.00 WIB. Kepala madrasah
menekan tombol bel tiga kali (teeeet, teeeet, teeeet) sebagai tanda telah
selesai waktu istirahat. Aku menyiapkan alat praktek di dekat tempat dudukku.
Saat ini aku akan melakukan proses pembelajaran mata pelajaran Fiqh dengan
standar kompetensi: Mengenal tata cara ibadah hajji. Dengan kompetensi
dasar : Mendemonstarikan tata cara hajji. Tujuan pembelajarannya adalah:
Siswa menyaksikan tata cara hajji dan pada akhirnya siswa dapat
memperagakan manasik hajji.
Setelah lima menit berlalu, aku dipanggil oleh perwakilan siswa sebut saja Faiq
namanya, untuk segera masuk ke kelas. Kemudian aku berjalan menuju kelas sambil
mengingat kembali materi praktek yang telah dipelajari. Sesampainya di depan
kelas, aku mengucapkan “Assalamu’alaikum” seluruh siswa serempak
menjawab “Wa’alaikum salam”. Selanjutnya aku melakukan apersepsi
mengenai manasik hajji selama 15 menit. Kemudian, aku menanyakan kesiapan pada
Minggu lalu untuk membawa peralatan peserta manasik; Namun, siswa yang membawa
kain ihrom (sederhana) hanya lima siswa, sebagian besar tidak membawa.
Aku mempersilahkan kepada siswa untuk mengganti bajunya dengan baju praktek
yang telah mereka bawa. Siswa yang tidak membawa kusuruh langsung baris di
depan kelas untuk mendapatkan ganjaran. Aku panggil salah satu siswa (Wahyu)
untuk memasang alat praktek manasik hajji. Selanjutnya, aku mengkondisikan mental untuk
merasakan suasana di tanah suci (Makatul mukarromah). “Labbaikallohumma
labbaik labbaikkala syariikala kalabbaik, innal hamda wanni’mata lakawal mulk
laa syarikalak”.
Murid aku bawa ke tempat yang dianggap sebagai Padang Arofah; kusuruh
mereka membaca dizikir-dzikir dan melakukan taubat (Astaghfirullohal’adzim).
Selanjutnya melangkah ke tempat yang bertuliskan Mudzalifah (dianggap daerah
Mudzalifah) untuk mencari batu kerikil yang akan digunakan untuk melempar
jumroh di Mina. Siswa menyampaikan “Pak sudah cukup batunya” aku mempersilahkan
untuk memasuki Mina guna melempar jumroh. “Bismillah wallohu akbar”
sambil melemparkan batunya satu persatu sebanyak tujuh kali. Setelah semua
siswa telah melakukannya, kubawa mereka ke tempat yang disulap sebagai Makkah
al mukarromah. Aku dan siswa mulai masuk dan menghadap ke pojok ka’bah yang
terdapat “Hajar aswad”, aku beristilam “Bismillahi Allohu akbar” sambil
mengangkat tangan dihadapkan ke hajar aswad. Kemudian, bersama siswa aku
memutari ka’bah dengan posisi ka’bah disebelah kiri sebanyak tujuh kali putaran.
Setelah berakhir dilanjutkan meminum air (diumpamakan zam-zam). kulitku mulai
tercubit oleh teriknya matahari; para siswa pun demikian, malah ada yang usul
untuk istirahat dulu. Akhirnya aku persilahkan untuk beristirahat sebentar.
Dalam istirahat kuberfikir “Kenapa banyak siswa yang tidak membawa
peralatan manasik hajji”. Hal demikian menyebabkan sedikit aku sedikit
kecewa, namun tak apa lah. Mungkin karena penyampaianku yang waktu itu kurang
jelas, atau diriku kurang mendapat perhatiannya mereka.
Pukul 10.45 WIB aku mengumpulkan kembali siswa untuk melanjutkan
peragaan/praktek manasik hajji yang sempat terpotong oleh istirahat. Dari 23
siswa yang sanggup melanjutkan hanya 15 siswa, karena lemas kepanasan. Aku
memasuki bukit Shofa dan beristilam kemudian ke bukit Marwa dan beristilam (reka’an).
Sambil mengucapkan do’a-do’a yang ditirukan oleh seluruh murid. Setelah 7 x
putaran, aku bawa siswaku kembali ke mina untuk lempar jumroh (ula, wustho
dan Aqabah). Aku menjelaskan lemparan ini dilakukan selama tiga hari yaitu
tanggal 11,12,13 dzulhijah.
Tiga puluh menit dari pukul sebelas, Alhamdulilah aku telah menyelesaikan
peragaan manasik hajji dengan menyita jam pelajaran yang lain, walaupun banyak
kesalahan dan kekurangan tapi yang penting terlaksana. Peragaan ini aku niatkan
akan dipentaskan pada acara kenaikan kelas yang akan dilaksanakan tiga Minggu
lagi. Masih banyak waktuku untuk melengkapi serta memperbaiki kekurangannya.
deneka jenganku sing posting hahahha
BalasHapus