Jumat, 01 November 2013

MANASIK TANPA KAIN IHROM


MANASIK TANPA KAIN IHROM
Oleh: Ngalimun ,S.Pd.I

Matahari mulai memperlihatkan keperkasaannya, pagi itu pukul 10.00 WIB. Kepala madrasah menekan tombol bel tiga kali (teeeet, teeeet, teeeet) sebagai tanda telah selesai waktu istirahat. Aku menyiapkan alat praktek di dekat tempat dudukku.
Saat ini aku akan melakukan proses pembelajaran mata pelajaran Fiqh dengan standar kompetensi: Mengenal tata cara ibadah hajji. Dengan kompetensi dasar : Mendemonstarikan tata cara hajji. Tujuan pembelajarannya adalah: Siswa menyaksikan tata cara hajji dan pada akhirnya siswa dapat memperagakan manasik hajji.
Setelah lima menit berlalu, aku dipanggil oleh perwakilan siswa sebut saja Faiq namanya, untuk segera masuk ke kelas. Kemudian aku berjalan menuju kelas sambil mengingat kembali materi praktek yang telah dipelajari. Sesampainya di depan kelas, aku mengucapkan “Assalamu’alaikum” seluruh siswa serempak menjawab “Wa’alaikum salam”. Selanjutnya aku melakukan apersepsi mengenai manasik hajji selama 15 menit. Kemudian, aku menanyakan kesiapan pada Minggu lalu untuk membawa peralatan peserta manasik; Namun, siswa yang membawa kain ihrom (sederhana) hanya lima siswa, sebagian besar tidak membawa.
Aku mempersilahkan kepada siswa untuk mengganti bajunya dengan baju praktek yang telah mereka bawa. Siswa yang tidak membawa kusuruh langsung baris di depan kelas untuk mendapatkan ganjaran. Aku panggil salah satu siswa (Wahyu) untuk memasang alat praktek manasik hajji.  Selanjutnya, aku mengkondisikan mental untuk merasakan suasana di tanah suci (Makatul mukarromah). “Labbaikallohumma labbaik labbaikkala syariikala kalabbaik, innal hamda wanni’mata lakawal mulk laa syarikalak”.
Murid aku bawa ke tempat yang dianggap sebagai Padang Arofah; kusuruh mereka membaca dizikir-dzikir dan melakukan taubat (Astaghfirullohal’adzim). Selanjutnya melangkah ke tempat yang bertuliskan Mudzalifah (dianggap daerah Mudzalifah) untuk mencari batu kerikil yang akan digunakan untuk melempar jumroh di Mina. Siswa menyampaikan “Pak sudah cukup batunya” aku mempersilahkan untuk memasuki Mina guna melempar jumroh. “Bismillah wallohu akbar” sambil melemparkan batunya satu persatu sebanyak tujuh kali. Setelah semua siswa telah melakukannya, kubawa mereka ke tempat yang disulap sebagai Makkah al mukarromah. Aku dan siswa mulai masuk dan menghadap ke pojok ka’bah yang terdapat “Hajar aswad”, aku beristilam “Bismillahi Allohu akbar” sambil mengangkat tangan dihadapkan ke hajar aswad. Kemudian, bersama siswa aku memutari ka’bah dengan posisi ka’bah disebelah kiri sebanyak tujuh kali putaran. Setelah berakhir dilanjutkan meminum air (diumpamakan zam-zam). kulitku mulai tercubit oleh teriknya matahari; para siswa pun demikian, malah ada yang usul untuk istirahat dulu. Akhirnya aku persilahkan untuk beristirahat sebentar.
Dalam istirahat kuberfikir “Kenapa banyak siswa yang tidak membawa peralatan manasik hajji”. Hal demikian menyebabkan sedikit aku sedikit kecewa, namun tak apa lah. Mungkin karena penyampaianku yang waktu itu kurang jelas, atau diriku kurang mendapat perhatiannya mereka.
Pukul 10.45 WIB aku mengumpulkan kembali siswa untuk melanjutkan peragaan/praktek manasik hajji yang sempat terpotong oleh istirahat. Dari 23 siswa yang sanggup melanjutkan hanya 15 siswa, karena lemas kepanasan. Aku memasuki bukit Shofa dan beristilam kemudian ke bukit Marwa dan beristilam (reka’an). Sambil mengucapkan do’a-do’a yang ditirukan oleh seluruh murid. Setelah 7 x putaran, aku bawa siswaku kembali ke mina untuk lempar jumroh (ula, wustho dan Aqabah). Aku menjelaskan lemparan ini dilakukan selama tiga hari yaitu tanggal 11,12,13 dzulhijah.
Tiga puluh menit dari pukul sebelas, Alhamdulilah aku telah menyelesaikan peragaan manasik hajji dengan menyita jam pelajaran yang lain, walaupun banyak kesalahan dan kekurangan tapi yang penting terlaksana. Peragaan ini aku niatkan akan dipentaskan pada acara kenaikan kelas yang akan dilaksanakan tiga Minggu lagi. Masih banyak waktuku untuk melengkapi serta memperbaiki kekurangannya.

1 komentar: